Feeds:
Pos
Komentar

Apakah Ki itu?

Ada beberapa peminat Aikido yang mempunyai latar belakang beladiri bertanya kepada salah seorang Aikidoka, apa betul di Aikido ada “ki” (Jepang) atau “chi” (China/Tiongkok)? Kemudian si Aikidoka menjawab, “Ada”. Tapi kemudian muncul lagi pertanyaan, “Apakah “ki” itu dalam Aikido. Dan si Aikidoka kemudian jadi bingung menjawabnya.
Salah seorang aikidoka yang lain menambahkan, “Ringkasnya “Ki” dalam Aikido dikenal sebagai “energi universal atau energi kehidupan” yang ada pada manusia secara alamiah tanpa/dan atau kita sadari. “Ki” merupakan bagian terpenting yang membentuk Aik ido sebagai suatu seni beladiri yang mumpuni.
Jika ditanya apakah “ki” akan Sangat sulit untuk memfomulasikan atau menjelaskannya secara tepat. Ada yang mengatakan ‘ki’ itu abstrak dan tidak terlihat akan tetapi dapat dirasakan. Oleh karena ia melibatkan “rasa” hal inilah yang menjadikan ‘ki’ sangat sulit dijelaskan. Setiap orang akan mempunyai persepsi dan rasa sendiri-sendiri yang tentunya berbeda-beda.
Bahkan seorang Sensei asal Jepang, mengatakan bahwa kita tidak perlu terjebak dalam apa makna ki itu, yang terlebih penting ada bagaimana kita bisa ‘merasakannya’. Dalam konteks latihan Aikido, diharapkan kita dapat memanifestasikannya dalam setiap latihan. Lanjut beliau katakan bahwa jika Anda melatih postur (tubuh) yang benar dalam setiap teknik, “ki” itu akan muncul dengan sendirinya. Jadi makna terpenting dari ‘ki’ itu lebih kepada konsistensi dan kualitas latihan (keiko) yang senantiasa kita laksanakan.

Ada seorang praktisi beladiri yang cukup baik melihat-lihat latihan Aikido dan kemudian tertarik untuk ikut latihan, karena menurutnya latihan Aikido seperti rasanya tidak mungkin dijadikan sarana beladiri dalam persepsi pribadinya. Oleh karena kemudian di berlatih dengan beberapa rekan aikidoka di dojo tempat ia mendaftar.
Setelah latihan beberapa kali, sering timbul pernyataan dibenaknya, “Kalo teknik Aikido begini saya bisa pukul/tendang dari sini jadi tekniknya gak masuk!, Kalo dibanting dengan cara demikian saya tidak akan jatuh atau terbanting!….dan seterusnya.

Pertanyaan-pertanyaan demikian memang akan memenuhi pikiran setiap orang yang belajar beladiri apapun itu bentuknya, secara khusus bagi mereka yang mempunyai latar belakang beladiri. Mengapa demikian…??

Hal tersebut merupakan sifat dasar manusia, yaitu “ego” manusia. Ego inilah yang sering mengkerdilkan pemahaman kita. Oleh karena mempunyai latar belakang beladiri yang lain, maka ia senantiasa memperbandingkan dengan apa yang telah dimilikinya tanpa memandang bahwa apa yang diperbandingkannya itu sebenarnya tidaklah fair (adil).
Bagaimana tidak, membandingkan sesuatu yang baru saja dipelajarinya dengan yang telah tahunan bahkan puluhan tahun dipelajarinya… tentulah sangat tidak fair bukan?!! Jika kita bisa lebih membuka hati (terbuka) dan lebih fair dalam menilai… yang baru dipelarinya itu sebaiknya dipelajari terlebih dahulu secara seksama dan lebih mendalam (atau jika memungkinkan bisa bertanya pada mereka yang lebih pengalaman sebagai tambahan pemikiran)… barulah akan muncul sebuah penilaian yang relatif lebih fair.

Dalam setiap latihan Aikido, setiap praktisinya diharapkan agar dapat berlatih dengan hati demikian. Mengapa? Karena akan sangat banyak manfaat yang kita terima dan dapatkan diantaranya:

1. Kondisi tubuh akan terlihat lebih relaks sehingga pikiran dapat kita fokuskan pada latihan.
2. Pikiran yang fokus akan meningkatkan kemampuan kita untuk dengan cepat menguasai suatu bentuk pelatihan,
misalnya teknik.
3. Tenaga yang kita gunakan akan lebih efektif dan optimal, tidak banyak terbuang untuk hal yang tidak perlu
dilakukan.
4. Resiko cedera dalam latihan dapat diminimalisir, karena adanya ‘koordinasi antara ‘uke & tori”.
dll.

Jadi begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh, dan memungkinkan seseorang dengan kemampuan ‘lebih’ untuk belajar dengan cepat. Jadi pertanyaannya sekarang, bisa kondisi demikian kita terapkan setiap latihan Aikido??

Pada hari Sabtu, 17 Januari 2009, telah dilaksanakan Ujian Kenaikan Tingkat Kyu di Dojo Bukado – Makassar. Ujian kali ini diikuti oleh 11 (sebelas) orang peserta, daftar lengkapnya sebagai berikut:

No.    Nama Lengkap                             Tingkat Ujian Ke

1.    ANDI M. IQBAL HARISUDDIN    Kyu-6    Kyu-5
2.    SUFATMA                                        Kyu-5    Kyu-4
3.    A. ZENDA COSTA                           Kyu-5    Kyu-4
4.    ZULKARNAIN MASRUL               Kyu-5    Kyu-4
5.    ABDUL RACHMAN                        Kyu-5    Kyu-4
6.    MUHAMMAD SYAFAAT              Kyu-5    Kyu-4
7.    M. AFIF RUSLIN                            Kyu-4    Kyu-3
8.    JAMAL ABDUL KADIR                 Kyu-4    Kyu-3
9.    MELLISA ARMIN                          Kyu-4    Kyu-3
10.    RUSTAM JAMIL                          Kyu-4    Kyu-3
11.    A. RAZAK MUNIR                        Kyu-3    Kyu-2

Dari hasil evaluasi mengenai hasil ujian, Sensei Aoki menyatakan bahwa seluruh peserta lulus ujian. Peserta ujian ke kyu-5 dan ke kyu-4 dinyatakan hasilnya cukup baik, akan tetapi ujian ke kyu-3 dan kyu-2 masih perlu banyak perbaikan secara khusus dalam detail setiap teknik yang tidak terlihat.

Kami mengucapkan selamat kepada mereka yang telah lulus ujian, dan berharap agar dapat meningkatkan kualitas teknik yang dimiliki sekaligus tetap berlatih secara kontinu. Tingkatan (sabuk) Anda, bukanlah parameter utama dalam menilai kemampuan Aikido seseorang, tetapi ketekunan & konsistensi berlatih mengasah setiap teknik yang dipelajari agar semakin matang dan berkualitas itulah yang merupakan parameter utama.
Kenaikan tingkat yang Anda sandang sekarang ini seharusnya dijadikan pemicu (cambuk) untuk belajar lebih tekun. Jika hal tersebut bisa dipertahankan maka secara perlahan Anda telah mulai belajar Aikido secara lebih mendalam yaitu melatih “emosi” dan kesabaran.

Sehubungan dengan rencana pelaksanaan Ujian Kenaikan Tingkat Kyu, yang rencananya akan dilaksanakan pada:

Hari/tanggal : Sabtu, 17 Januari 2009

Pukul : 18.45 Wita – selesai

Tempat : Dojo Bukado

Jl. Sungai Saddang II/16 Makassar

Diharapkan agar seluruh calon peserta ujian yang akan mengikuti Ujian Kenaikan Tingkat betul-betul telah mempersiap diri, baik secara teknis, fisik maupun mental untuk mengikuti Ujian. Jangan memaksakan diri jika Anda merasa belum siap, karena kualitas/kemampuan Anda tidak ditetukan oleh sabuk (tingkatan) tetapi oleh sikap, ketekunan dan mentalitas Anda dalam setiap sesi latihan.

Bagi mereka yang merasa siap untuk mengikuti Ujian diharapkan untuk memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Mengisi formulir Ujian Kenaikan Tingkat, khusus untuk yang baru pertama kali mengikuti Ujian Kenaikan Tingkat Kyu (ke Kyu-5) melampirkan pas photo warna terbaru (uk. 3x4cm) sebanyak 2 lembar.

2. Jumlah latihan minimal 80% dari jumlah latihan prasyarat sesuai dengan tingkatan yang akan diambil/dituju.

3. Membayar seluruh biaya administrasi sampai dengan bulan Januari 2009 + biaya Ujian Kenaikan Tingkat (sesuai dengan tingkatan yang akan diambil). Biaya Ujian akan diinformasikan pada saat seleksi ujian.

4. Mengikuti seleksi (latihan pra-ujian) sekaligus persiapan untuk mengikuti ujian, yang akan dilaksanakan mulai tanggal 5 – 15 Januari 2009.

Demikian pemberitahuan ini agar diperhatikan.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

Sensei Yani

(0411) 861320

+62812-41793367

Sepuluh

Semua prinsip-prinsip yang hidup di Surga dan di Bumi, hidup di dalam diri kita. Kehidupan itu sendiri merupakan kebenaran sejati, dan ini tidak akan pernah berubah. Semua hal di dalam Surga dan Bumi bernafas. Pernafasan adalah suatu tindakan yang menyatukan semua ciptaan. Ketika keragaman yang tak berhingga di dalam nafas alam semesta dapat kita rasakan, maka teknik individu dalam Seni Damai telah lahir.

Sebelas

Renungkanlah tentang pasang dan surut yang terjadi di tanjung. Ketika gelombang menghantam tepi pantai, airnya naik kemudian jatuh, menciptakan suara yang khas. Kita harus bernafas dengan cara yang sama, yaitu menyerap seluruh alam semesta ini ke dalam rongga perut untuk setiap tarikan nafas. Ketahuilah bahwa kita memiliki empat harta karun yang dapat kita ambil, yaitu:

Energi matahari dan bulan

Nafas Surga

Nafas bumi

Pasang dan surut di tanjung

Duabelas

Orang yang berlatih Seni Damai harus melindungi sumber daya alam, refleksi keagungan dari ciptaan, dan menjaganya agar tetap segar dengan penuh kasih sayang. Jiwa kesatria melahirkan keindahan alam. Teknik yang halus dan tajam pada seorang kesatria lahir dengan cara yang sama alamiahnya dengan kemunculan musim semi, panas, gugur dan dingin. Jiwa kesatria merupakan tenaga hidup yang menyangga semua kehidupan.

Words of O’Sensei

Tujuh

Delapan kekuatan penyangga ciptaan, yaitu:
Gejolak dan Keheningan
Kekerasan dan Kelenturan
Pengembangan dan Pengerutan
Penyatuan dan Pembagian

Delapan

Hidup itu berkembang. Jika kita berhenti berkembang/tumbuh secara fisik maupun kejiwaan, kita sama saja telah mati. Seni Damai merupakan perayaan atas bersatunya Surga, bumi dan manusia. Semua itu baik, benar dan indah.

Sembilan

Sekarang dan selanjutnya, perlu mengasingkan diri ke gunung yang tinggi dan lembah yang tersembunyi untuk memperbaiki hubungan kita dengan sumber hidup. Tarik nafas dan biarkan diri kita mencapai ujung alam semesta, hembuskan nafas dan bawa kosmos kembali ke dalam. Selanjutnya, hirup semua kesuburan dan semangat dari dalam bumi. Akhirnya, bersatulah dengan nafas Surga dan nafas bumi dan jadikanlah itu menjadi nafas kehidupanmu.

Empat

Seni Damai merupakan obat untuk dunia yang sakit. Keberadaan kejahatan dan kekacauan adalah karena manusia telah lupa bahwa semua hal berasal dari satu sumber. Kembalilah ke sumber tersebut dan tinggalkan jauh-jauh sikap ego-sentris, nafsu jahat dan kemarahan. Orang yang tidak dikuasai oleh apapun berarti telah menguasai segalanya.

Lima

Jika kita tidak menghubungkan diri dengan kehampaan yang sejati, kita tidak akan pernah memahami arti Seni Damai.

Enam

Seni Damai bekerja di setiap tempat di bumi ini, keberadaannya mencakup ruang yang sangat luas sampai ke betapa kecilnya binatang dan tumbuhan. Kekuatan hidup bersifat menjalar ke segala arah dan kekuatannya tidak terbatas. Seni Damai memungkinkan kita untuk dapat melihat dan melangkah ke tempat penyimpanan energi cadangan alam semesta yang luar biasa.

Melalui sebuah majalah saya membaca artikel tentang ESQ dan email-email di milis Aikido Bandung mengelitik saya untuk menuliskan artikel yang sederhana ini (dalam perjalanan Makassar – Merauke).

Salah seorang pengembang (pakar) bidang ESQ di Indonesia menyatakan bahwa antara IQ (Intellectual Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient) haruslah seimbang. Menurutnya untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih optimal diperlukan keseimbangan dari ketiga unsur tersebut (intelektual, emosional dan spiritualitas). Apabila salah satu saja yang menonjol maka akan terjadi ketidak-seimbangan (tidak harmonis). Dan melalui berbagai metode temuannyalah, maka ESQ menjadi sangat terkenal sebagai suatu model untuk meningkatkan kemampuan para pekerja korporat sesuai bidang pekerjaan masing-masing.

Dalam dunia modern bahkan global sekarang ini, seseorang dipacu mengejar bentuk-bentuk kecerdasan yang kelihatan (intelektualitas) saja untuk dapat bersaing dalam dunia kerja misalnya sehingga tanpa sadar kita telah menanamkan bibit-bibit ketidak-seimbangan di dalam diri kita. Nah inilah inti dari pelatihan ESQ itu yaitu bagaimana kita diperkenalkan dengan bentuk-bentuk kecerdasan lain yang akan bersinergi dengan intelektualitas seseorang untuk menjalani hidup yang lebih bahagia dan damai.

Dari penjelasan itu, saya menjadi tergelitik pada sebuah pertanyaan. Bukankah Aikido juga menawarkan hal yang demikian?

Menurut Kissomaru Ueshiba, Aikido merupakan sebuah wahana bagi seorang praktisinya untuk melatih tubuh, pikiran (psikologi=emosi) dan jiwanya (spiritual) menjadi satu kesatuan yang harmonis. Pada kondisi yang harmonis itulah akan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal (Ueshiba, K., 1984). Berdasarkan hal tersebut maka sangat salahlah jika seseorang dalam berlatih Aikido hanya mengandalkan aspek teknis semata karena fundasi yang dibangun itu masih labil dan masih ada aspek lain yang merupakan penyeimbang agar bisa tercipta harmoni.

Ketika berlatih untuk menghapal wasa-wasa (teknik) yang ada, kemampuan intelektual seseorang akan sangat berpengaruh besar. Oleh karena itu sangat wajarlah jika terdapat perkembangan yang berbeda dari setiap aikidoka. Akan tetapi perkembangan pesat yang didapatkan itu belumlah lengkap karena hanya menekankan pada aspek teknis semata (tubuh saja), sehingga pada suatu saat kelak akan sampai pada titik jenuh, ditandai dengan perasaan seakan-akan teknik-teknik yang selama ini dipelajari tidak berkembang atau stagnan. Nah, pada titik ini akan timbul suatu keadaan dimana praktisi Aikido itu menjadi malas latihan. Timbulnya kebosanan yang disebabkan oleh kekurang-pahaman kita pada apa yang dipelajari. Apabila kita berusaha untuk mencari tahu penyebabnya, barulah kita dapat menyadari bahwa mengejar aspek teknis semata akan terasa ada sesuatu yang kurang. Maka mulailah para praktisi Aikido itu mencari, apa sih yang kurang itu?

Dalam latihan Aikido kita harus senantiasa melatih juga pikiran kita. Hal ini bisa tercipta jika kita membuat diri kita dalam kondisi yang rileks dan senantiasa berpola pikir positif. Latihan itu janganlah dianggap sebagai rutinitas belaka, tetapi bagaimana melatih berpikir dan sekaligus fokus pada setiap teknik yang dilakukan. Dalam keadaan demikian latihan yang menyenangkan akan tercipta dan akan timbul kedamaian di dalam hati praktisinya. Suasana latihan akan menjadi semakin kondusif dan hubungan antara aikidoka menjadi lebih ‘hidup’ dan semarak dalam semangat kekeluargaan. Dengan cara demikian kita telah mulai mengenal dan melatih aspek psikologi (emosional = EQ).

Masih ada satu lagi aspek yang sangat penting untuk dilatih yaitu jiwa (spiritual = SQ). Menurut saya inilah aspek yang sangat jarang dan sangat sulit diajarkan oleh para Sensei serta sangat sulit dipelajari oleh aikidoka. Mengapa demikian?? Pertama karena hal ini bersifat pribadi dan kedua, dengan berbagai latar belakang keyakinan agak sulit menjelaskan dalam satu bahasa yang dapat dimengeti oleh semua orang. Oleh karena itu kunci untuk melatih aspek ini adalah setiap praktisi Aikido sebaiknya bersifat terbuka terhadap keberagaman ‘keyakinan’ sehingga dapat diperoleh sebuah pemahaman yang benar mengenai spritualitas dalam Aikido. Pemahaman spritual akan sangat berkorelasi dengan kualitas spiritual seseorang sesuai dengan keyakinan masing-masing. Aikido menawarkan ‘jalan’ spritual yang universal untuk semua orang tanpa batasan.

Berangkat dari pemahaman tersebut, kemudian timbul pertanyaan, jadi bagaimana cara melatihnya? Salah satu cara yang saya ketahui ialah dalam setiap latihan (juga dalam kehidupan) kita harus senantiasa bersyukur atas segala sesuatu yang telah kita terima dari Yang Mahakuasa. Dengan kondisi demikian kita akan menjadi lebih tenang dan dapat memfokuskan diri pada apa yang akan atau sedang dilakukan sehingga akan dicapai hasil yang optimal. Hal ini terlihat gampang (enteng) saja akan tetapi dalam prakteknya sangat sulit dilakukan.

Dengan melatih tubuh, emosi dan spritulitas Aikido akan membuat setiap gerakan teknik praktisinya menjadi lebih rileks dan mengalir, hubungan kekeluargaan yang erat diantara aikidoka menjadi lebih erat, dan mulai belajar menciptakan ‘surga’ yang membahagiakan tidak saja bagi diri sendiri tetapi juga bagaimana menciptakan ‘surga’ bagi sesama. Jelaslah bahwa pemahaman tentang Aikido haruslah dibangun pada ketika aspek tersebut agar setiap latihan kita tidak datang hanya untuk membuang keringat, akan tetapi kita bisa mendapatkan manfaat yang optimal dari hasil latihan itu untuk digunakan dalam kehidupan masing-masing.

Membaca buku-buku/literatur Aikido yang bermutu, nonton VCD, diskusi-diskusi dengan sesama Aikidoka atau melalui seminar-seminar dapat membantu kita membangun pemahaman yang benar tentang Aikido. Akan tetapi hal tersebut hanyalah sebagai sarana bantu saja, yang utama tetaplah jam latihan Anda sendiri dengan berusaha mengaplikasikan seluruh apa yang Anda ketahui dari ketiga aspek itu dalam setiap latihan yang dilakukan.

Kesimpulan

Jadi pertanyaan pada judul tulisan di atas jelas sangat memungkinkan melatih ESQ dalam latihan Aikido. Dengan berlatih Aikido sebenarnya kita telah belajar pelatihan ESQ. Aikido juga merupakan media pembelajaran ESQ. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, Sudahkah saya menyadari dan mewujudkannya dalam setiap latihan Aikido saya?

Referensi:

1. Ueshiba, K. (1984), The Spirit of Aikido, Kodansha International: Tokyo.

2. Ueshiba, K. (2004), The Art of Aikido, Kodansha International: Tokyo.

3. Ueshiba, M. , ed. John Stevens (1997), The Art of Peace, Shambala: Boston.

Morihei Ueshiba

Morihei Ueshiba (1883-1969) merupakan ahli seni beladiri terbesar dalam sejarah. Dialah penemu Aikido, yang dapat diartikan sebagai “Seni Damai”. Morihei Ueshiba disebut oleh para muridnya sebagai O’Sensei, yang berarti Guru Besar. Pernyataan-pernyataan berikut diperoleh dari Morihei Ueshiba melalui percakapan, puisi, kaligrafi dan tradisi oral

Satu
Seni Damai berawal dari dalam diri kita sendiri. Senantiasalah bekerja dengan Seni Damai. Setiap orang mengandung jiwa yang dapat dibina, badan yang dapat dilatih sedemikian rupa, melalui suatu cara yang sesuai dengan keadaannya. Kita berlatih tekun hanya untuk menyadari adanya suatu keagungan yang hidup di dalam diri kita, dan untuk mewujudkan penerangan sejati di dalam setiap individu. Pupuklah kedamaian dalam hidupmu dan kemudian gunakanlah Seni itu pada semua orang yang kita temui.

Dua

Seseorang tidak memerlukan gedung, kekuasaan, uang atau status untuk melatih Seni Damai. Surga ada tepat di tempat kita berada, dan disitulah kita berlatih.

Tiga

Semua hal, kebendaan maupun kejiwaan, berasal dari satu sumber dan berhubungan erat satu sama lain, sebagaimana layaknya satu keluarga. Masa lalu, sekarang, dan masa depan semuanya terkandung dalam satu kekuatan hidup. Alam semesta tercipta dan dibangun dari satu sumber, dan kita ikut berevolusi melalui proses penyatuan dan harmonisasi yang optimal.